Jendela Informasi - Kematian mendadak (sudden death) dan henti jantung (cardiac arrest) pada pelari beberapa kali terjadi. Beberapa jurnal menyebutkan bahwa kematian mendadak diduga disebabkan oleh sudden cardiac death (SCD).
SCD merupakan penyebab kematian terbanyak pada atlet dengan angka kejadian 1:80.000 sampai 1:40.000 atlet setiap tahun. SCD dan aritmia merupakan masalah kesehatan publik utama yang menyebabkan 15-20 persen kematian.
Berdasarkan riset Dr. Dan Tunstall Pedoe pada 2006, peluang kematian mendadak pada perhelatan maraton terjadi pada 1 dari 80.000 peserta. Angka kematian pada atlet meningkat hingga 2,3:100.000.
Dalam laman journals.lww.com, dari 10,9 juta peserta maraton pada 2013, kejadian SCD berjumlah 40 kasus pada full marathon dan 19 kasus pada half marathon. Rata-rata usia pelari yang mengalami SCD adalah 42 tahun dan 86 persennya laki-laki.
Belum adanya edukasi kepada masyarakat terkait penyakit yang mengakibatkan kematian mendadak menjadikan hal demikian kerap terjadi. Kewaspadaan terhadap kematian jantung mendadak itu belum diedukasikan kepada masyarakat, terutama di komunitas pelari.
Dia mengatakan, SCD adalah kejadian abnormal yang terjadi karena jantung berfibrasi alias terdapat gangguan irama jantung. Itu terjadi lantaran kerja pompa jantung terhambat setelah fungsi listrik pada sistemnya terganggu.
Beberapa gejala SCD antara lain dada terasa sakit hebat, bahkan rasanya seperti diinjak. Kemudian bagian sisi kiri tubuh terpengaruh. Rasa sakitnya menyebabkan mual hingga muntah, lalu menjalar ke lengan kiri juga rahang. Pada kondisi ini penderita biasanya kolaps (pingsan).
Atlet yang rutin dan aktif berlatih juga memiliki kemungkinan terkena serangan jantung. Kendati begitu, jika ditangani dengan tepat waktu dan cermat, segera setelah serangan terjadi, kondisi pasien dapat membaik dan pulih seperti sedia kala.
Di luar negeri, edukasi bantuan hidup dasar sudah umum dan tersebar sehingga lebih banyak orang yang mengetahui pertolongan pertama pada kejadian seperti serangan jantung. Di Indonesia, sosialisasi dan edukasi seperti ini masih awam diterima masyarakat.
Kematian jantung mendadak pada atlet yang lebih muda (<35 tahun) umumnya disebabkan kondisi jantung bawaan. Sementara pada atlet yang lebih tua (>35 tahun) paling sering disebabkan karena penyakit aterosklerotik koroner.
Saat berlari, denyut jantung yang terlalu cepat bisa mengganggu sistem listrik. Karenanya, pelari disarankan untuk mengenal tubuhnya dan melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh, terutama jantung, yang berkaitan dengan aktivitas olahraganya.
Hal itu bertujuan agar setiap pelari bisa memastikan kondisi tubuhnya saat berlatih atau mengikuti lomba (race). Pemerikaan jantung bisa dengan cara penggunaan alat EKG, echo jantung, atau MRI.
Berlari tidak menyebabkan seseorang terkena penyakit jantung. Namun, pelari yang terkena serangan jantung kemungkinan besar diketahui mengidap penyakit jantung sebelumnya. Oleh karena itu, saat berolah raga - tak hanya lari - pastikan menghitung denyut nadi. Denyut nadi normal adalah 220 dikurangi usia.
Bila denyut nadi di atas 80 persen dari kondisi normal, Anda berarti tengah melakukan olah raga dengan intensitas tinggi. Jika diketahui memiliki riwayat penyakit jantung sebaiknya segera turunkan denyut nadinya dengan menurunkan intensitas olahraga. [Eva Fahas/PRM/10102019]