"Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)-nya."
(Q.S. An-Nisa : 9)
Sebagian orangtua sering mengkhawatirkan perkembangan buah hatinya. Apakah pekembangan putra/putrinya tersebut normal, mengalami keterlambatan, atau bahkan mengalami kelainan dalam perkembangannya? Harapan setiap orangtua adalah anaknya dapat tumbuh sehat, cerdas, dan menjadi generasi penerus sebagaimana yang diharapkan.
Ada sebagian orangtua mengeluhkan anaknya mengalami keterlambatan dalam perkembangan terutama keterlambatan motorik semisal belum bisa mengangkat kepala, berguling, duduk, berdiri, atau berjalan, padahal anak lain sebayanya telah dapat melakukan hal tersebut. Hal itu biasanya mendorong Orangtua untuk membawa anaknya ke dokter. Biasanya mereka akan dibawa ke klinik anak atau ke klinik tumbuh kembang. Biasanya, selain dilakukan wawancara yang komprehensif dengan orangtua yang meliputi riwayat kehamilan dan persalinan, di klinik anak juga diperiksa secara naik dan dilakukan tes perkembangan. Jenis tes perkembangan yang akan dilakukan oleh dokter biasanya mempertimbangkan aspek-aspek di antaranya: usia anak, keluhan utama, kemampuan dokter, dan ketersediaan alat tes yang tersedia. Tes perkembangan yang sering dilakukan meliputi Denver II, BINS, Munchen, Griffith, dan sebagainya. Selanjutnya, dokter yang memeriksa akan menyampaikan hasilnya kepada orangtua tentang kondisi, sekaligus memberikan saran tentang penatalaksanaan selanjutnya.
Bila dari basil serangkaian pemeriksaan tersebut ternyata sang anak mengalami kelainan/keterlambatan pada aspek perkembangannya, akan disarankan untuk menjalani pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan penunjang lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis. Namun, ada sebagian anak dengan kelainan perkembangan yang tidak memerlukan pemeriksaan penunjang. Selanjutnya, anak dianjurkan untuk terapi sesuai dengan kebutuhannya, antara lain:
1. Fisioterapi: terapi yang dilakukan untuk menangani masalah keterlambatan, gangguan dan kelainan pada alat dan fungsi gerak fungsional individu. Latihan yang dilakukan biasanya bertujuan untuk meningkatan keterampilan motorik kasar dan motorik halus, mengoreksi postur yang abnormal, koordinasi gerak yang buruk, meningkatkan keseimbangan dan koordinasi, mengurangi tubuh kaku dan kejang otot serta penguatan dan daya tahannya.
2. Terapi wicara: terapi yang dilakukan untuk menambah kecakapan bicara serta mengerti dan mengungkapkan bahasa, disamping bahasa yang sifatnya verbal, terapi wicara juga mencakup bentuk bahasa nonverbal. Untuk mengoptirnalkan terapi wicara biasanya yang pertama dilakukan adalah optimalisasi koordinasi mulut agar mampu menghasilkan suara untuk membentuk kata-kata. Olah mulut ini juga penting agar anak mampu membuat kalimat, termasuk kemampuan dalam artikulasi, kelancaran, dan pengaturan volume suara.
3. Terapi Okupasi: terapi untuk meningkatkan kemampuan fungsi individu seperti pemahaman, atensi, konsentrasi, kemampuan koordinasi visuomotor, activity daily taring, dsb. Pada anak biasanya terapi okupasi dikemas dalam bentuk permainan memanjat, meloncat, ayunan, menyusun balok puzzle, meronce, mewarnai, dan lain-lain.
Dengan mengenal milestone perkembangan anak yang normal, diharapkan orangtua dapat mengenal secara dini adanya gangguan perkembangan anak. Dengan begitu, jika didapatkan adanya keterlambatan/penyimpangan perkembangan anak, dapat dilakukan intervensi secara dini agar memberikan hasil yang lebih baik.