Jendela Informasi - Pada masa 1980-an, jatah mengingatkan beras. Di desa-desa di Jawa, ada sebutan "beras jatah". Beras itu diperoleh pe-gawai negeri sipil. Pemerintah rutin memberi beras setiap bulan agar keluarga pegawai bisa makan.
"Beras jatah" sering berkualitas jelek. Pegawai ingin makan enak boleh membeli beras di warung. Pemberian "beras jatah" dari pemerintah bisa dijual ke orang lain. Ulah itu memicu anggapan bahwa "beras jatah" memang bermutu jelek. Pemilik warung sengaja membeli beras jatah" dari para pegawai dengan harga murah untuk dijual dengan mendapatkan untung sedikit.
“Beras jatah" biasa dijadikan dagangan khusus bagi orang-orang ingin memberi sumbangan ke tetangga yang sedang mengadakan hajatan pernikahan atau kelahiran. "Beras jatah" diwadahi karung kain atau plastik dibawa para ibu sebagai sumbangan. Sebutan "beras jatah" mengartikan beras itu diberikan pemerintah kepada para pegawai negeri sipil. Pemerintah ingin keluarga mereka bisa makan setiap hari. Maksud pemerintah dimengerti secara berbeda dengan keputusan mendingan menjual "beras jatah". Orang-orang di desa memberi pengertian lanjutan bahwa "beras jatah" sering digunakan dalam memberi sumbangan ke tetangga. "Beras jatah" itu bakal berrpindah terus selalu sebagai sumbangan. Kita mengingat jatah setelah membaca berita di koran-koran. Para wartawan sengaja memilih jatah dalam memberitakan pertemuan para tokoh partai potitik dengan Presiden Joko Widodo. Kita biasa membaca "jatah menteri". Penggunaan kata jatah itu mengesankan minta bagian. Para elite di partai potitik menganggap sudah bekerja dan berhasil meraih kemenangan dalam pemilihan capres-cawapres.
Perkara jatah ramai dibicarakan, berbeda dari urusan "beras jatah" dan "jatah" pernah dipahami orang-orang di desa. Jatah mungkin telah resmi masuk dalam kamus politik Indonesia mutakhir. Jatah dalam pengertian permintaan dan pembagian kekuasaan.
Poerwadarminta dalam Baoesastra Djawa (1939) mengartikan jatah adalah wis dasare, moela dasar njata, pantjen, wis kebatjoet doewe kamanoehan elek. Jatah berarti "pembawaan" atau "telanjur biasa buruk". Pengertian kedua lumrah dalam kemunculan "beras jatah". Pengertian "pembawaan" mungkin masih terlalu jauh untuk ditempatkan dalam masalah potitik. Jatah tak dimasukkan Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Kita mendapatkan pengertian panjang tentang jatah di Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988). Jatah berarti "jumlah atau banyaknya barang dan sebagainya yang telah ditentukan (untuk suatu maksud atau untuk suatu daerah)". Kita membaca contoh kalimat dengan penggunaan ungkapan "jatah makanan". Pengertian lain adalah "jumlah atau banyaknya orang yang telah ditentukan. Dua pengertian itu masih sama di Kamus Besar Bahasa Indonesia (2018). Pembaca belum mendapatkan pengertian mengarah ke kekuasaan. "Jatah menteri" tak digunakan dalam kalimat.
Peristiwa politik atau hajatan demokrasi memberi jalan kemunculan "jatah menteri". Perkara "jatah menteri" membuat risih. Kita bakal melihat tokoh-tokoh mengaku memiliki jasa besar meminta ke Joko Widodo agar dijadikan menteri. Orang-orang menganggap "jatah menteri" adalah lakon buruk mengabaikan etika politik. Kita pun seperti diminta untuk mencatat dan mengingat "jatah menteri" setelah "beras jatah" dan "jatah".