Jendela Informasi - Keluhan kedua tersering orangtua saat anaknya dalam masa tumbuh kembang adalah keterlambatan bicara. Umumnya, yang dikeluhkan orangtua adalah anaknya belum lancar bicara, belum bisa bicara sama sekali, kosakata terbatas, bicara diulang-ulang, hanya bisa membeo, bicara tidak dimengerti, atau bicara tidak jelas artikulasinya. Keluhan keterlambatan bicara itu sebagian disertai dengan keluhan lain seperti anak tidak bisa fokus, tidak bisa diam, galak, dan lain-lain.
Ada hal mendasar yang harus kita ketahui bersama tentang perkembangan bicara dan bahasa yang normal pada anak. Saat lahir, bayi bisa menangis, usia 2-4 bulan cooing yaitu mengucapkan "00000" bergantian dengan orangtuanya. Usia 6 bulan mulai babbling, "bababa", "dadada". Usia 9 bulan mengucapkan "mama, dada". Usia 12 bulan mengucapkan kata berupa jargon.
Usia 15 bulan belajar kata-kata baru perlahan-lahan. Usia 18-24 bulan menggunakan kalimat terdiri atas dua kata. Usia 24-36 bulan dapat mengucapkan kalimat terdiri atas tiga kata dan dapat dimengerti 50%. Usia 36-48 bulan dapat bertanya mengapa dan kalimat dapat dimengerti 75%.
Dari uraian tadi, ada beberapa hal yang harus diwaspadai oleh orangtua balita yang menyangkut tentang kemampuan bicara dan bahasa pada anak, yaitu bila ditemui keadaan sebagai berikut: tidak menunjukkan babbling, menunjuk, atau mimik yang baik pada umur 12 bulan, tidak ada kata pada umur 16 bulan, tidak ada dua kata spontan pada umur 2 tahun, hilangnya kemampuan bicara atau kemampuan sosial pada umur berapa pun.
Apabiln menjumpai hal ini, segera bawa anak Anda untuk diperiksa oleh ahlinya dan dilakukan evaluasi perkembangan secara menyeluruh agar mendapat tindakan/intervensi yang tepat. Sebagian penyebab gangguan bicara dan bahasa pada anak dapat kita kenali sehari-hari, yaitu:
1. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran dapat dialami anak karena adanya kelainan bawaan, misalnya, karena infeksi TORCH yang didapat pada saat dalam kandungan, ketulian yang bersifat keturunan, atau karena keadaan lain seperti adanya kelainan pada organ pendengaran.
2. Disfungsi intelektual
Anak dengan disfungsi intelektual mengalarni keterlambatan bicara akibat ada gangguan pada otaknya sehingga reseptif dan ekspresif terganggu. Selain gangguan bicara, anak dengan disabilitas intelektual juga mengalarni keterlambatan pada aspek perkembahgan lain seperti gangguan motorik halus, adaptif, dan belajar.
3. Autisme
Merupakan suatu kelainan perkembangan pervasif yang ditandai dengan gangguan komunikasi dan interaksi sosial, perilaku, minat dan aktivitas yang terbatas dan repetitif. Gangguan bicara yang didapatkan pada anak autisme bervariasi, mulai dari tidak bisa bicara sama sekali, bicara dengan nada yang aneh, diulang-ulang, mem-beo/echolalia, bicara yang terbatas, tidak bisa memulai pembicaraan, bicara dengan minat yang terbatas, dsb.
4. Sebagai bagian dari gangguan lain
Anak penyandang cerebral palsy sering disertai juga dengan gangguan bicara akibat gangguan neurologis sistem saraf pusat pada area oral motornya, di samping juga sebagian anak tersebut mengalarni ketulian sensorineural yang berhubungan dengan kelainan yang mendasarinya dan juga disabilitas intelektual.
Selain itu, kurangnya interaksi dan bicara orangtua terhadap anaknya juga memengaruhi kemampuan bicara dan bahasa pada anak. Kegiatan menonton televisi dan main gadget, kurang merangsang perkembangan bicara dan bahasa. Bayi/anak yang mengalami deprivasi psikososial akan mengalarni keterlambatan bicara dan bahasa, tetapi akan menunjukkan respons yang sangat baik bila cepat dilakukan intervensi.
Penggunaan dua bahasa atau lebih di ramah pada anak yang normal tidak menimbulkan masalah. Namun sebaliknya, dapat menghambat kemajuan anak yang memang sudah mengalarni keterlambatan bicara.
Tata laksana anak dengan gangguan bicara tergantung dari diagnosis dan penyebabnya. Bila keterlambatan bicara akibat gangguan pendengaran dapat dipasang alat bantu dengar (ABD) atau implan koklea tergantung dari kelainan yang ditemukan.
Pada anak autisme, terapi yang utama adalah terapi perilaku, sensori integrasi, terapi okupasi sebelum dilakukan terapi wicara. Anak dengan disfungsi intelektual pada umumnya juga membutuhkan terapi perilaku/okupasi dan terapi wicara sekaligus. Hasil terapi tidak bisa terlihat instan, minimal butuh waktu 3-6 bulan atau bahkan lebih lama. Diperlukan motivasi yang tinggi, kesabaran, dan kerja sama antara orangtua dan terapis dalam menangani kelainan tersebut.