Jendela Informasi - Semua calon ibu pasti ingin kehamilannya berjalan lancar. Namun, ada kalanya dokter menyatakan bahwa kehamilan ibu masuk dalam kategori berisiko tinggi. Bagaimanakah bahayanya terhadap ibu dan janin, dan apa yang harus dilakukan?
Kehamilan berisiko tinggi adalah sebuah kondisi saat kehamilan bisa berpengaruh buruk pada kondisi ibu atau sebaliknya, kondisi ibu bisa berpengaruh buruk terhadap janin, atau bahkan keduanya, yaitu kondisi ibu dan janin sama-sama berpengaruh. Itu artinya, ibu hamil memerlukan perawatan ekstra selama kehamilan, sampai tiba waktunya melahirkan.
Setidaknya ada sembilan kondisi yang membuat ibu hamil masuk dalam kategori berisiko tinggi. Berikut sembilan kondisi kondisi kehamilan berisiko tinggi:
1. Calon ibu hamil pertama kali (primigravida) pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Calon ibu yang berusia kurang dari 20 tahun secara fisik dan anatomis memiliki organ reproduksi yang belum terlalu matang. Peluang terjadinya keguguran menjadi lebih tinggi. Calon ibu yang berusia kurang dari 20 tahun dinilai kurang matang secara mental. Sebaliknya, calon ibu yang pertama kali hamil di usia lebih dari 35 tahun juga masuk dalam kategori risiko tinggi karena proses degeneratif yang mulai berjalan. Orang yang berusia lebih dari 35 tahun juga berisiko dibayangi berbagai macam penyakit seperti tekanan darah tinggi, anemia, dan lain-lain.
2. Memiliki jumlah anak lebih dari empat (grande multipara)
Kehamilan lebih dari empat kali bisa menyebabkan beragam komplikasi kehamilan yang akan dialami oleh ibu. Salah satunya adalah perdarahan atau komplikasi yang bisa terjadi, baik saat hamil maupun melahirkan.
3. Jarak antara persalinan terakhir dan sekarang kurang dari dua tahun
Untuk mengurangi risiko yang terjadi baik ketika kehamilan, kelahiran ataupun hambatan proses tumbuhkembang anak, saran jarak antarkelahiran sedikitnya 24 bulan atau sebanyak-banyaknya 5 tahun sesudah kehamilan yang paling akhir.
WHO mengatakan bahwa saat yang paling tepat untuk jarak kehamilan adalah tiga tahun. Dengan demikian, ibu bisa mengasihkan ASI eksklusif kepada anak yang lahir terdahulu, dan memberi jaminan kecukupan gizinya melalui pemberian ASI.
Disamping itu, ibu pun bisa menyiapkan tubuhnya kembali untuk menjalani kehamilan dengan kondisi gizi yang baik, tak kekurangan zat gizi apa pun yang bisa memengaruhi kehamilan.
4. Kekurangan energi kronik (KEK) atau status gizi kurang
Kekurangan energi kronis (KEK) adalah masalah gizi yang disebabkan kekurangan asupan makanan dalam waktu yang cukup lama yakni hitungan tahun. KEK menyebabkan keluar masuknya energi tidak seimbang di dalam tubuh sehingga akan terjadi beberapa gangguan pada ibu hamil dan janin.
5. Lingkar lengan atas (Lila) kurang dari 23,5 cm, atau penambahan berat badan kurang dari 9 kilogram selama kehamilan
Ukuran Lila berhubungan sekali dengan bobot tubuh ibu sepanjang hamil, dari trimester pertama hingga trimester ketiga. Keunggulannya bila dibandingkan dengan ukuran berat badan, ukuran Lila lebih melukiskan kondisi atau keadaan gizi bumil itu sendiri.
Berat badan sepanjang kehamilan adalah berat badan kumulatif antara pertambahan berat organ tubuh dan volume darah ibu, serta berat janin yang dikandungnya. Ukuran Lila yang kurang dari 23,5 cm dan penambahan berat badan kurang dari 9 kg selama kehamilan, juga meningkatkan kemungkinan berat bayi lahir rendah.
6. Anemia atau kurang zat besi
Ibu hamil yang mengalami anemia akibat kekurangan zat besi memiliki masa kehamilan yang lebih pendek dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami anemia atau ibu hamil yang mengalami anemia tetapi bukan karena kekurangan zat besi. Sebuah studi menunjukkan, ibu hamil yang mengalami anemia punya risiko lebih tinggi dalam persalinan prematur dan berat bayi lahir rendah.
7. Tinggi badan ibu kurang dari 145 cm dengan kelainan bentuk panggul dan tulang belakang
Banyak penelitian yang menyatakan bahwa tinggi badan ibu dapat memprediksi kondisi kehamilan kelak. Tinggi badan juga berpengaruh terhadap ukuran panggul seseorang. Ukuran panggul juga merupakan faktor penting yang memengaruhi keberhasilan melahirkan normal.
Ketika melahirkan secara normal, panggul akan langsung melebar untuk menciptakan lebih banyak ruang bagi bayi agar dapat melewati panggul. Pada ibu dengan ukuran panggul yang sempit, besar kemungkinan kepala janin tidak dapat melewati rongga panggul tersebut.
8. Riwayat hipertensi dan preeklampsia pada kehamilan sebelumnya atau kehamilan kali ini
Preeklampsia adalah keadaan yang berlangsung pada kehamilan yang menginjak usia minggu ke-20, ditengarai dengan naiknya tekanan darah tinggi - meskipun ibu hamil itu tidak mempunyai catatan hipertensi. Kondisi ini berbahaya pada ibu dan janin. Namun, ibu hamil dapat menjaga kesehatannya dengan mengetahui faktor risiko, gejala, dan penanganannya, untuk menurunkan risiko ibu hamil mengalami komplikasi yang lebih parah.
9. Sedang atau pernah menderita penyakit kronis
Beberapa penyakit kronis tersebut diantaranya tuberkulosis (TB), kelainan jantung, kelainan ginjal, kelainan hati, hipertiroid, diabetes melitus, tumor, dan penyakit keganasan lain, serta Systemic Lupus Erythematosus (SLE).
Bila wanita mengalami kehamilan berisiko tinggi pada umumnya pihak medis menyarankan untuk menjalani kiret atau pengguguran kandungan dengan Obat Penggugur Kandungan. Salah satu obat aborsi yang sering digunakan oleh ahli medis adalah Cytotec.
Sebenarnya Cytotec adalah obat yang berfungsi utama mengatasi tukak lambung, namun ternyata obat ini bisa digunakan untuk memicu induksi pada saat persalinan. Di Amerika Serikat obat Cytotec sering digunakan oleh kalangan dokter untuk membantu memudahkan proses pengguguran kandungan.
Penting bagi ibu hamil untuk melakukan deteksi dini kehamilan sehingga bisa meminimalisasi mortalitas (jumlah kematian) dan morbiuitas (angka kesakitan) pada masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan.