Jendela Informasi - Tegas, terus terang sekaligus ramah dan sederhana. Itu kesan yang paling menonjol pada diri Abdulrachman Saleh, putra dr. Mochamad Saleh yang lahir tanggal 1 Juli 1909 di Jakarta. Sifatnya yang lain ialah disiplin dan senang mengoreksi kesalahan kawan. Siapa pun akan berhadapan dengannya jika orang itu menyeleweng. Karena sifatnya ini oleh teman-teman sekolahnya di Sekolah Tinggi Kedokteran, Abdulrachman mendapat julukan karbol. Dia seperti karbol, cairan kimia yang bisa memberantas kuman, kuman penyelewengan.
Setelah menjadi dokter dan bekerja di Angkatan Udara, ia tetap dipanggil karbol. Untuk mengenang jasa-jasanya, pernah sekali waktu taruna Angkatan Udara mendapat sebutan karbol.
Masa remaja Abdulrachman penuh dengan kegiatan. Lulus SMA, dia mulai terjun ke pergerakan pemuda, Jong Java. Selain itu dia menekuni olahraga atletik, berlayar dan main anggar. Ia juga menjadi anggota kepanduan.
Ketika menjadi pemimpin Kepanduan Bangsa Indonesia, Abdulrachman disenangi anak buahnya. Selain itu dia juga aktif dalam olahraga terbang. Ia memasuki perkumpulan olahraga terbang, hal yang amat langka dilakukan bangsa Indonesia. Hanya orang Belanda kala itu yang mampu ikut olahraga mahal ini.
Tamat sekolah kedokteran, Abdulrachman memperdalam ilmu faal, hingga dia memperoleh spesialisasinya. Kemudian dia mengajar di bekas sekolahnya dan salah satu muridnya Adisutjipto, yang nanti kemudian hari menjadi pelatih terbangnya. Dalam usia 30 tahun. Abdulrachman menjadi mahaguru, selain atlet khusus berlayar dan anggar.
Perhatiannya terhadap dunia sekitar sangat luas, bahkan di sela-sela kesibukannya, dia menggeluti hobi radio. Tahun 1934 bersama kawan-kawan dekat Abdulrachman mendirikan perkumpulan radio amatir. Di bawah kepemimpinannya perkumpulan ini maju pesat. Antara lain karena dia tak segan merogoh kantungnya untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan.
Menjelang proklamasi 17 Agustus 1945, Dr. Abdulrachman bersama Maladi mempersiapkan sebuah pemancar radio di salah satu ruang kuliah di sekolah Tinggi Kedokteran tempatnya mengajar. Suatu tindakan yang sangat berani, karena bisa membahayakan jiwanya. Dengan bantuan beberapa teknisi pegawai radio, dia berhasil menyiarkan proklamasi kemerdekaan ke luar negeri. Ia kemudian diangkat menjadi pemimpin umum pertama RRI, yang didirikan tanggal 11 September 1945. Dia juga yang menyusun dasar-dasar kerja RRI yang dikenal dengan nama Tri Prasetya RRI.
Setelah RRI berjalan lancar Dr. Abdulrachman mengalihkan perhatiannya ke bidang penerbangan. Kala itu Angkatan Udara baru mulai tumbuh. Dia pun menggabungkan diri ke Angkatan Udara. Ia yang dokter spesialis dan mahaguru ini tak malu memulai dari bawah. Dengan penuh semangat dia belajar mengemudikan pesawat-pesawat militer di bawah pimpinan pelatih Adisutjipto, bekas murid di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta.
Dalam waktu pendek, dia berhasil menerbangkan beberapa jenis pesawat militer seperti Churen, Cukiu, Hayabusha, Guntai dan sebagainya. Ia pun segera membantu melatih pemuda-pemuda calon penerbang. Hatinya selalu tertarik mengerjakan sesuatu yang baru.
Pak Karbol kemudian dipindahkan ke Madiun, sebagai Komandan Pangkalan Udara Maospati. Dia sendiri menetap di Malang. Di dua kota ini dia pun mulai merintis sekolah yang mendukung Angkatan Udara. Di Malang didirikan Sekolah Teknik Udara dan di Madiun berdiri Sekolah Radio Udara.
Tugasnya makin banyak, dia harus ke Klaten sebagai dosen di Perguruan Tinggi Kedokteran. Jarak jauh itu ditempuhnya dengan pesawat terbang 'Hayabusha' yang diterbangkan sendiri. Sebelum berangkat mengajar dia mempersiapkan instruksi-instruksi untuk pangkalan udara Maospati. Di atas Madiun dia berputara-putar, merendah di atas pangkalan udara. Jika tak ada tanda yang diberikan stafnya, dia cukup menjatuhkan instruksinya dan meneruskan terbang ke Panasan, Solo atau ke pangkalan udara Maguwo di Yogya. Dan dua tempat ini dia meneruskan perjalanan lewat darat. Kalau terpaksa, Karbol tak keberatan naik sepeda, walaupun dia itu mahaguru, Komodor Muda Udara juga instruktur penerbang yang Komandan Pangkalan.
Suatu hari dia harus mendaratkan pesawatnya di Maguwo, Yogya. Untuk ke Klaten dia naik kereta api. Sialnya kereta api mogok. Tanpa diminta Dr. Abdulrachman turun dan ikut membetulkan kerusakan di lokomotif. Walau terlambat mengajar, tapi Karbol puas, kereta api bisa jalan lagi.
Dalam usaha mencari simpati dan bantuan terhadap perjuangan rakyat Indonesia, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrachman Saleh bersama Komodor Udara Agustinus Adisutjipto berangkat ke luar negeri, mencari bantuan ke India, Pakistan dan negara tetangga lainnya.
Dari India rombongan ini berangkat ke Indonesia dengan pesawat transport Dakota dengan registrasi VT-CLA. Dari Singapura mereka dapat bantuan obat-obatan untuk Palang Merah Indonesia. Sehari sebelum pulang tanggal 29 Juli 1947, radio dan koran-koran memberitakan bantuan ini. Bahkan diberitakan sudah ada persetujuan antara pemerintah Inggris dan Belanda tentang pengiriman obat-obatan untuk PMI ini.
Tanggal 29 Juli 1947 sore pesawat Dakota India bersiap-siap mendarat di Yogyakarta. Tiba-tiba pesawat yang telah terbang rendah ini diberondong tembakan dari dua buah pesawat pemburu Belanda. Sebelum jatuh menghujam pematang sawah, pesawat ini melanggar pohon. Pesawat hancur menjadi dua di dekat desa Ngoto, 3 km di sebelah selatan Yogya. Semua awak pesawat dan penumpang tewas, kecuali Abdulgani Handonotjokro.
Indonesia kehilangan dua tokoh penerbangan, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrachman Saleh dan Komodor Muda Udara Agustinus Adisutjipto. Oleh pemerintah dua pahlawan penerbangan ini dinaikkan pangkatnya menjadi Laksamana Muda Udara Anumerta. Kepergian mereka ini merupakan pukulan yang sangat berat bagi Angkatan Udara Indonesia yang sedang tumbuh dan masih memerlukan pembinaan mereka. Nama Abdulrachman Saleh diabadikan untuk nama pangkalan udara Malang, tempat berpangkalnya Skuadron 3 Tempur Taktis, Skuadron 4 Transport Ringan dan Skuadron 32 Transport Berat.
Profesor Dr. Abdulrachman Saleh telah gugur. Yang kehilangan bukan hanya Angkatan Udara tapi juga kalangan kedokteran Indonesia. Untuk mengenang jasa-jasanya di bidang kedokteran, tanggal 5 Desember 1958 namanya diabadikan sebagai Bapak llmu Faal Indonesia dengan peresmian patungnya yang berdiri di gerbang kedua sebelah kiri Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo Jakarta. Tanggal 15 Februari 1961, Prof. Dr. Abdulrachman Saleh mendapat Bintang Maha Putra dan bintang Garuda pada 16 April 1959.
Posting Komentar untuk "Abdulrachman Saleh, Dokter Spesialis yang Jadi Penerbang Pesawat Tempur"
Berilah komentar yang sopan dan konstruktif. Diharap jangan melakukan spam dan menaruh link aktif. Terima kasih.