Jendela Informasi - Kita sesekali mendengar mengenai penyakit talasemia. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang awam mengenai seluk beluk penyakit ini. Dan, yang lebih penting, mengenai bagaimana upaya mencegahnya.
Talasemia merupakan kondisi ketika seseorang memliki kelainan sel darah merah. Penyebabnya, berkurang atau tidak terbentuknya protein pembentuk hemoglobin sehingga sel darah merah mudah pecah. Kondisi itu membuat pasien menjadi pucat karena kekurangan darah. Penyakit itu diturunkan dari kedua orangtua dan bukan merupakan penyakit menular.
Belum lama ini, talasemia disebutkan menempati posisi kelima dalam daftar penyakit katastropik berdasarkan beban yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Posisi pertama, penyakit jantung, diikuti ginjal, kanker, dan stroke.
Secara klinis, talasemia terbagi menjadi talasemia mayor, minor intermedia, dan talasemia minor. Gejala yang timbul bergantung pada tipe talasemia yang diderita. Akan tetapi, secara umum, gejalanya khas, yaitu wajah terlihat pucat, mata agak kuning, serta memiliki wajah khusus bernama fades cooley, yang ketika berkumpul akan terlihat seperti borsaudara. Jika tidak segera ditangani, dapat menimbulkan komplikasi, seperti pertumbuhan yang terhambat, gagal jantung, kerusakan organ dalam tubuh, penyakit hati, dan lain-lain.
Pada penderita talasemia mayor, pasien memerlukan transfusi darah yang rutin dan adekuat seumur hidupnya. Sedangkan pada penderita talasemia intermedia, pasien memerlukan transfusi tetapi tidak rutin. Sedangkan talasemia minor atau pembawa sifat talasemia, yaitu penderita yang secara kasat mata tampak normal.
Selain itu, ada beberapa fakta lain yang biasanya terjadi pada penderita talasemia. Berikut lima fakta talasemia yang perlu Anda ketahui:
Penderita terus bertambah
Berdasarkan data dari Yayasan Thalasemia Indonesia, jumlah kasus penyakit talasemia di Indonesia tercatat sebanyak 8.011 pada Mei 2017. Jumlah ini meningkat dari 2015, yaitu 7.029 kasus.
Jika dibandingkan dengan 2011, jumlah penderita talasemia saat ini meningkat hampir dua kali lipat. Pada 2011, tercatat jumlah penderitanya sebanyak 4.431 kasus. Di Indonesia, pemerintah menanggung transfusi darah dan obat kelasi besi. Sebagian besar sudah ditanggung BPJS, termasuk ketika ada komplikasi, tergantung dari komplikasinya.
Belum bisa disembuhkan
Pada penderita talasemia, protein pembentuk sel darah merah mudah pecah atau lisis. Maka, kadar hemoglobin dalam darah selalu mengalami penurunan. Dalam kondisi normal, sel darah merah yang aktif berusia sekitar 120 hari. Pada penderita talasemia, usianya lebih pendek. Sehingga, ketika usia sel darah merah sudah habis penderita menjadi lemas, bahkan pingsan sehingga membutuhkan transfusi darah segera. Oleh karena itu, pengobatannya berlangsung seumur hidup. Ada yang melakukan transfusi sebulan sekali, tiga minggu sekali, dua minggu sekali, dan sebagainya. Tergantung tipe yang diderita.
Transfusi darah yang dilakukan pun bukan tanpa risiko. Setelah menerima transfusi darah antara 10 hingga 20 kali, pasien akan mengalami kelebihan zat besi. Jika dibiarkan, kondisi tersebut bisa mengakibatkan kerusakan sel-sel di dalam tubuh, terutama di jantung dan hati. Prosedur yang dilakukan dokter biasanya adalah memberikan obat untuk mengeluarkan kadar zat besi berlebih tersebut sehingga tidak merusak sel-sel tubuh dan mengakibatkan komplikasi.
Gejalanya bisa ditemukan kapan saja
Biasanya penderita talasemia mayor sidah bisa dideteksi sejak bayi. Dicurigai dari wajahnya yang pucat, itu sudah bisa terlihat sejak bayi berusia enam bulan. Biasanya, orangtua datang ke rumah sakit karena wajah anak yang pucat, tubuh yang lebih kecil, dan perut anak membesar. Ketika diperiksat didapatkan hasil bahwa hemoglobin anak rendah, dan ada pembesaran limpa dan hati.
Sementara untuk talasemia intermedia, terkadang baru bisa dideteksi saat anak berusia dua tahun ke atas. Untuk talasemia minor, bisa dideteksi ketika anak berusia lima tahun ke atas atau bahkan ketika dewasa. Kadang, penderita talasemia minor juga tidak memiliki gejala khas talasemia. Jadi, saat menderita sakit baru terdeteksi.
Bisa dicegah
Meskipun belum ada obat yang bisa menyembuhkan talasemia, ada satu cara yang paling efektif untuk mencegahnya. Satu-satunya cara yang paling efektif adalah dengan tidak menikah antarsesama pembawa sifat talasemia.
Talasemia adalah penyakit genetik. Ketika dilakukan pernikahan antarsesama pembawa sifat talasemia, akan menjadi sesuatu yang membahayakan. Sesama penderita atau pembawa sifat talasemia yang menikah, dipastikan akan memiliki keturunan yang 100% sebagai agen pembawa penyakit talasemia atau bahkan menjadi penderita.
Jika dua pembawa sifat atau penderita talasemia minor menikah akan berpeluang mempunyai 25% anak yang sehat, 50% anak sebagai pembawa sifat, dan 25% anak sebagai penderita talasemia mayor.
Deteksi dini talasemia dapat meningkatkan harapan hidup penderita. Untuk itu, skrining prapernikahan penting dilakukan. Apalagi, 5%-10% dari populasi masyarakat Indonesia senarnya adalah pembawa sifat talasemia.
Jika telanjur menikah dengan sesama pembawa gen talasemia, bagaimana?
Pada kenyataannya, mengimbau atau melarang sebuah pernikahan terkadang tak semudah membalikkan telapak tangan. Bagaimana jika antarsesama pembawa sifat talasemia menikah karena ketidaktahuan atau bahkan meskipun tahu namun tetap bersikeras?
Kalau sudah telanjur, bisa dilakukan pemeriksaan pasca-menikah. Mungkin yang terbaik adalah tidak mempunyai keturunan. [Sumber: Endah Asih/PRM/27-08-2017]
Nice post, things explained in details. Thank You.
BalasHapus