Jendela Informasi - Alun-alun Kota Bandung yang sekarang terlihat lebih banyak berfungsi sebagai halaman Masjid Raya saja, meskipun fungsi ruang terbuka bagi masyarakat tetap dipertahankan. Akan tetapi, nyaris tak ada yang dengan sengaja datang berekreasi ke lapangan di pusat kota itu. Salah satu penyebabnya adalah jarang sekali ada kegiatan dan acara yang dapat membuat warga Bandung berbondong-bondong mengunjungi alun-alun. Kebanyakan orang yang datang hanya memanfaatkan alun-alun sebagai tempat melepas telah dengan duduk-duduk di kursi batu yang tersebar di setiap sudut. Padahal, Alun-alun Kota Bandung tempo dulu merupakan pusat keramaian tempat berbagai perhelatan diadakan.
Tahun 1925, pertandingan memanah yang diikuti peserta dari berbagai daerah mampu menyedot warga Bandung datang ke sana. Mereka berdesak-desakan hingga meluber ke badan Jalan Groteposweg (sekarang Jalan Asia Afrika). Setiap malam, Alun-alun Bandung layaknya pasar dadakan. Ronggeng dan pemutaran film menjadi hiburan favorit warga kota sambil menyantap kacang goreng dan serabi yang banyak dijajakan di sana. Belum lagi pertandingan sepak bola yang kerap digelar pada rentang tahun 1900-1905 dan 1914-1921. Penontonnya pun tak sedikit hingga mengitari lapangan yang dibatasi pagar dari kayu setinggi pinggang.
Ketika kuda masih menjadi alat transportasi utama, Alun-alun Kota Bandung sempat menjadi terminal tempat delman-delman pengantar surat parkir di pinggir lapangan dekat Gedung Kantor Pos Besar Bandung. Ada pula Onder de Boom atau tukang cukur yang setiap harinya berpraktik di sana. Pada 1 Mei 1909, di lapangan alun-alun ditanam pohon betepatan dengan kelahiran Putri Juliana, anak dari Ratu Wilhelmina. Pohon itu pun diberi nama Juliana Boom. Sayang, pohon itu sekarang sudah tak ada. Pohonnya tumbang tahun 1942, bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia.
Alun-alun Bandung yang juga seusia dengan kotahya dirancang layaknya pusat kota tradisional di Pulau Jawa. Kompleksnya terdiri atas masjid raya di sebelah barat, pendopo, serta penjara yang ada di Jalan Banceuy. Ketiga gedung tersebut tidak kebetulan dibangun di sekitar alun-alun, tetapi mencerminkan tiga kekuasaan atau asas trias politika di suatu negara. Pendopo mencerminkan eksekutif, penjara melambangkan kekuatan yudikatif, dan masjid disebut juga sebagai representasi.dari legislatif tempat masyarakat bermusyawarah. Pada masa lalu, Alun-alun Bandung juga dipakai warga untuk menyampaikan prates damai. Mereka biasanya mengenakan pakaian putih dan duduk bersama anak istrinya untuk menarik perhatian para pemimpin.
Penataan Alun-alun Bandung sudah sejak dulu dilakukan. Dekade 1950 hingga 1960-an misalnya, berbagai jenis bunga ditanami di sana. Fungsi alun-alun mulai memudar ketika tahun 1980-an lapangan alun-alun sedikit demi sedikit dibuat menjadi halaman masjid seningga ruas jalan yang memisahkan masjid dengan lapangan alun-alun menjadi tak ada. Penataan kala itu juga bersamaan dengan pembangunan jembatan beton yang menghubungkan sisi barat alun-alun dengan Masjid Raya. Pemugaran tahun 2003 lalu semakin mengukuhkan alun-alun sebagai beranda masjid ditambah pembangunan basement parkir. Kini, lapangan Alun-alun Bandung dihiasi tanaman rindang, pagar setinggi dua meter, tempat duduk, dan kolam air mancur yang jarang menyala. [Sumber: Fitrah Captain Kundalini/PR]
Info Lokasi :
• Lokasi : Diapit Jalan Asia Afrika, Jalan Dalem Kaum, dan Jalan Alun-alun Timur
• Dibangun :Tahun 1811
• Luas : 22.700 m
Posting Komentar untuk "Alun-alun Kota Bandung"
Berilah komentar yang sopan dan konstruktif. Diharap jangan melakukan spam dan menaruh link aktif. Terima kasih.