Sebuah masjid kuno peninggalan masa Kesultanan Palembang Darussalam berdiri megah di pusat Kota Palembang. Masjid terbesar di kota empek-empek ini mengalami restorasi sehingga memiliki dua menara kuno dan modern yang saling melengkapi. Didirikan lebih dari dua setengah abad lalu, tepatnya tahun 1738-1748.
Pembangunan masjid ini atas inisiatif Sultan Mahmud Badaruddin Jaya Wikramo. Sesuai jabatannya dalam Kesultanan Palembang Darussalam, ia dikenal sebagai Sultan Mahmud Badaruddin I.
Awalnya disebut sebagai Masjid Sultan, pertama kali diresmikan tepat 26 Mei 1748. Luas masjid 1.000 m2 mampu menampung 1.200 orang jamaah. Tak hanya terbesar di Palembang, tetapi pada masa itu Masjid Agung merupakan yang terbesar di Nusantara.
Suatu kenyataan bahwa arsitektur Masjid Sultan yang dibangun pada Abad XVIII pun terpengaruh oleh gaya Melayu, Cina, serta Eropa. Sangat mencolok mata bahwa wuwungan atap masjid dengan overstek lengkung ke atas (ke arah langit), tampak seperti bergaya arsitektur Cina, mirip bangunan kelenteng.
Awalnya Masjid Sultan dibangun tanpa menara. Baru pada tahun 1758-1774 Sultan Ahmad Najmudin membangun menaranya yang berlokasi di sisi barat dan terpisah dari bangunan utama. Menaraa dibangun persegi enam dan berlantai tiga. Lagi-lagi menara masjid beratap melengkung seperti atap pagoda kelenteng.
Karena Kesultanan Palembang dihapus oleh pemerintahan kolonial Belanda pada 7 Oktober 1823, nama masjid resmi berubah menjadi Masjid Agung Palembang. Tercatat masjid tua yang agung ini pernah melahirkan beberapa tokoh Islam, antara lain Syekh Abdas Jamad Al-Palembani, Kemas Facruddin, Syahabuddin bin Abdullah, dan lainnya.
Sudah berulang kali masjid tua ini direnovasi dan diperluas. Tercatat setelah terjadi perang, pemerintah kolonial Belanda mengadakan perbaikan tahun 1891-1821. Renovasi membawa pengaruh arsitektur Belanda yang antara lain tampak pada pintu utama yang berukuran besar dan tinggi mengikuti gaya Eropa.
Dengan berulang kali dilakukan pemugaran, renovasi, restorasi dan perluasan, masjid tua ini terpelihara sangat baik. Pantas menjadi Masjid Agung Palembang. Beralamat di Kelurahan 19 Ilir Barat, berada di pusat kota, tepatnya di persimpangan Jl. Merdeka dan Jl. Sudirman, tak jauh dari Jembatan Ampera. Kawasan tersebut merupakan kampung asli penduduk Palembang dan sudah sejak lama pula menjadi tempat bermukim keturunan Arab.
Masjid Agung Palembang merupakan sebuah bangunan monumental yang memiliki catatan sejarah panjang hingga sekarang tampak megah dan agung. Diharapkan dapat terus terpelihara baik dan dilestarikan sebagai sebuah cagar budaya di Bumi Sriwijaya.
Pembangunan masjid ini atas inisiatif Sultan Mahmud Badaruddin Jaya Wikramo. Sesuai jabatannya dalam Kesultanan Palembang Darussalam, ia dikenal sebagai Sultan Mahmud Badaruddin I.
Awalnya disebut sebagai Masjid Sultan, pertama kali diresmikan tepat 26 Mei 1748. Luas masjid 1.000 m2 mampu menampung 1.200 orang jamaah. Tak hanya terbesar di Palembang, tetapi pada masa itu Masjid Agung merupakan yang terbesar di Nusantara.
Suatu kenyataan bahwa arsitektur Masjid Sultan yang dibangun pada Abad XVIII pun terpengaruh oleh gaya Melayu, Cina, serta Eropa. Sangat mencolok mata bahwa wuwungan atap masjid dengan overstek lengkung ke atas (ke arah langit), tampak seperti bergaya arsitektur Cina, mirip bangunan kelenteng.
Awalnya Masjid Sultan dibangun tanpa menara. Baru pada tahun 1758-1774 Sultan Ahmad Najmudin membangun menaranya yang berlokasi di sisi barat dan terpisah dari bangunan utama. Menaraa dibangun persegi enam dan berlantai tiga. Lagi-lagi menara masjid beratap melengkung seperti atap pagoda kelenteng.
Karena Kesultanan Palembang dihapus oleh pemerintahan kolonial Belanda pada 7 Oktober 1823, nama masjid resmi berubah menjadi Masjid Agung Palembang. Tercatat masjid tua yang agung ini pernah melahirkan beberapa tokoh Islam, antara lain Syekh Abdas Jamad Al-Palembani, Kemas Facruddin, Syahabuddin bin Abdullah, dan lainnya.
Sudah berulang kali masjid tua ini direnovasi dan diperluas. Tercatat setelah terjadi perang, pemerintah kolonial Belanda mengadakan perbaikan tahun 1891-1821. Renovasi membawa pengaruh arsitektur Belanda yang antara lain tampak pada pintu utama yang berukuran besar dan tinggi mengikuti gaya Eropa.
Dengan berulang kali dilakukan pemugaran, renovasi, restorasi dan perluasan, masjid tua ini terpelihara sangat baik. Pantas menjadi Masjid Agung Palembang. Beralamat di Kelurahan 19 Ilir Barat, berada di pusat kota, tepatnya di persimpangan Jl. Merdeka dan Jl. Sudirman, tak jauh dari Jembatan Ampera. Kawasan tersebut merupakan kampung asli penduduk Palembang dan sudah sejak lama pula menjadi tempat bermukim keturunan Arab.
Masjid Agung Palembang merupakan sebuah bangunan monumental yang memiliki catatan sejarah panjang hingga sekarang tampak megah dan agung. Diharapkan dapat terus terpelihara baik dan dilestarikan sebagai sebuah cagar budaya di Bumi Sriwijaya.
Posting Komentar untuk "Mesjid Agung Palembang Perpaduan Budaya Melayu, Cina Dan Eropa"
Berilah komentar yang sopan dan konstruktif. Diharap jangan melakukan spam dan menaruh link aktif. Terima kasih.