Sejarah Nusantara pada zaman Hindu-Buddha masih menyisakan banyak misteri. Berbagai penelitian dan penemuan terus berlangsung untuk menguak kebesaran kerajaan-kerajaan zaman dahulu (pra-Islam). Kejayaan kerajaan-kerajaan tersebut terutama yang ada di Pulau Sumatra tak hanya terdengar sayup di Indonesia, anehnya lebih jelas ke seluruh penjuru dunia. Hanya sedikit sumber literasi kita yang mengulas sepak terjang berbagai kerajaan itu.
Pernahkah Anda mendengar bahwa salah satu pusat pendidikan ajaran Buddha dunia ada di Indonesia, tepatnya di Jambi? Sebagia besar orang, jika ditanya tentang hal itu, mungkin menjawab belum. Akan tetapi, seidkit demi sedikit bukti mulai terkuak. Sekitar 40 km dari Kota Jambi terdapat situs percandian Muaro Jambi. Bayangkan, candi itu memiliki luas sekitar 3000 hektar, terbentang sepanjang 7,5 km di sepanjang Sungai Batanghari. Itu lebih luas dari situs-situs peninggalan Buddha yang ada di Pulau Jawa.
Candi yang sangat besar itu berada di tujuh desa, yaitu Desa Dusun Baru, Danau Lamo, Muaro Jambi, Kemingking Luar, Kemingking Dalam, Teluk Jambu, dan Dusun Mudo. Keberadaan percandian yang berjarak 30 km dari ibukota Kabupaten Muaro Jambi pertama kali terungkap oleh laporan perwira angkatan laut Inggris SC Crooke pada 1883. Saat itu ia melakukan ekspedisi Sungai Batanghari dan dia menemukan Arca Budha di kawasan tersebut.
13 tahun berlalu, ilmuwan Belanda FM Schnitger mengunjungi Jambi dan menemukan beberapa bangunan candi. Dia merupakan peneliti pertama yang menyebut percandian Muaro Jambi sebagai bagian Kerajaan Melayu Kuno, yang juga disebut dalam naskah China abad ke-17. Dengan adanya penemuan tersebut, muncullah klaim bahwa Muaro Jambi merupakan peninggalan era Hindu-Buddha yang terluas di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Hingga kini tercatat adanya 82 reruntuhan bangunan kuno, delapan di antaranya telah dibuka dan ditangani secara intensif oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya.
Kedelapan candi ialah Candi di Gumpung, Candi Tinggi I, Candi Tinggi II, Candi Kembar Batu, Candi Astano, Candi Gedong I, Candi Gedong II dan Candi Kedaton. Bangunan satu dengan bangunan lain dihubungkan kanal-kanal kuno yang menggelilingi kawasan percandian yang konon sebagai tempat persediaan air.
Penanganan dan penelitian percandian di Muaro Jambi baru ditangani serius sejak 1954 oleh Dapartemen Pendidikan dan Kebudayaan di bawah pimpinan R. Soekmono. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa percandian itu juga memiliki hubungan dengan Kerajaan Sriwijaya seperti disebutkan dalam kitab yang ditulis I-tsing.
Uniknya di percandian Muaro Jambi juga ditemukan arca Dewi Prajnaparamitha dengan posisi tangan mudra (bertapa) yang mirip dengan arca dari Kerajaan Singosari di Jawa Timur. Belum diketahui apa hubungan situs percandian itu dengan Kerajaan Singosari. Bukti-bukti autentik lain yang bisa dilihat ialah keberadaan batu bata candi di mana-mana. Material Candi Muaro Jambi memang berbeda dengan candi di Pulau Jawa yang dibangun dari batu kali. Batu bata ini masih awet sampai sekarang karena dibuat dari tanah liat yang diolah dengan teknik pembakaran yang baik.Beberapa temuan kanal yang digali menunjukan tumpukan batu bata yang terkubur.
Yang megherankan banyak peneliti, percandian ini dibangun di lokasi tanggul alam kuno yang rawan banjir. Namun, masyarakat setempat waktu itu menata sedemikian rupa sehingga layak dihuni. Mengingat luasan Candi Muaro Jambi yang terkubur di dalam tanah, butuh waktu penggalian yang pasti sangat lama, termasuk pembebasan lahan yang ditempati penduduk. Belum jelas, apakah proyek besar itu akan dilaksanakan pemerintah daerah atau pusat.
Pernahkah Anda mendengar bahwa salah satu pusat pendidikan ajaran Buddha dunia ada di Indonesia, tepatnya di Jambi? Sebagia besar orang, jika ditanya tentang hal itu, mungkin menjawab belum. Akan tetapi, seidkit demi sedikit bukti mulai terkuak. Sekitar 40 km dari Kota Jambi terdapat situs percandian Muaro Jambi. Bayangkan, candi itu memiliki luas sekitar 3000 hektar, terbentang sepanjang 7,5 km di sepanjang Sungai Batanghari. Itu lebih luas dari situs-situs peninggalan Buddha yang ada di Pulau Jawa.
Candi yang sangat besar itu berada di tujuh desa, yaitu Desa Dusun Baru, Danau Lamo, Muaro Jambi, Kemingking Luar, Kemingking Dalam, Teluk Jambu, dan Dusun Mudo. Keberadaan percandian yang berjarak 30 km dari ibukota Kabupaten Muaro Jambi pertama kali terungkap oleh laporan perwira angkatan laut Inggris SC Crooke pada 1883. Saat itu ia melakukan ekspedisi Sungai Batanghari dan dia menemukan Arca Budha di kawasan tersebut.
13 tahun berlalu, ilmuwan Belanda FM Schnitger mengunjungi Jambi dan menemukan beberapa bangunan candi. Dia merupakan peneliti pertama yang menyebut percandian Muaro Jambi sebagai bagian Kerajaan Melayu Kuno, yang juga disebut dalam naskah China abad ke-17. Dengan adanya penemuan tersebut, muncullah klaim bahwa Muaro Jambi merupakan peninggalan era Hindu-Buddha yang terluas di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Hingga kini tercatat adanya 82 reruntuhan bangunan kuno, delapan di antaranya telah dibuka dan ditangani secara intensif oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya.
Kedelapan candi ialah Candi di Gumpung, Candi Tinggi I, Candi Tinggi II, Candi Kembar Batu, Candi Astano, Candi Gedong I, Candi Gedong II dan Candi Kedaton. Bangunan satu dengan bangunan lain dihubungkan kanal-kanal kuno yang menggelilingi kawasan percandian yang konon sebagai tempat persediaan air.
Penanganan dan penelitian percandian di Muaro Jambi baru ditangani serius sejak 1954 oleh Dapartemen Pendidikan dan Kebudayaan di bawah pimpinan R. Soekmono. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa percandian itu juga memiliki hubungan dengan Kerajaan Sriwijaya seperti disebutkan dalam kitab yang ditulis I-tsing.
Uniknya di percandian Muaro Jambi juga ditemukan arca Dewi Prajnaparamitha dengan posisi tangan mudra (bertapa) yang mirip dengan arca dari Kerajaan Singosari di Jawa Timur. Belum diketahui apa hubungan situs percandian itu dengan Kerajaan Singosari. Bukti-bukti autentik lain yang bisa dilihat ialah keberadaan batu bata candi di mana-mana. Material Candi Muaro Jambi memang berbeda dengan candi di Pulau Jawa yang dibangun dari batu kali. Batu bata ini masih awet sampai sekarang karena dibuat dari tanah liat yang diolah dengan teknik pembakaran yang baik.Beberapa temuan kanal yang digali menunjukan tumpukan batu bata yang terkubur.
Yang megherankan banyak peneliti, percandian ini dibangun di lokasi tanggul alam kuno yang rawan banjir. Namun, masyarakat setempat waktu itu menata sedemikian rupa sehingga layak dihuni. Mengingat luasan Candi Muaro Jambi yang terkubur di dalam tanah, butuh waktu penggalian yang pasti sangat lama, termasuk pembebasan lahan yang ditempati penduduk. Belum jelas, apakah proyek besar itu akan dilaksanakan pemerintah daerah atau pusat.
Untuk sementara ini, di dalam kawasan percandian dibuatkan museum yang menyimpan berbagai temuan misal arca Dwarapala. Dalam ajaran Buddhisme, Dwarapala merupakan penjaga alam. Keberadaan Candi Muaro Jambi itu sangat strategis pada zamannya. Percandian itu diyakini menjadi pusat pendidikan ajaran Buddha Asia yang murid-muridnya konon berdatangan dari Tibet, China, bahkan India.
Ketinggian nilainya membuat pemerintah Indonesia mendaftarkannya ke UNSECO sebagai salah satu situs warisan dunia. Beberapa kriteria berdasarkan Draf Nominasi Daftar World Heritage UNESCO sudah dipenuhi. Salah satunya ialah menunjukkan perubahan nilai-nilai kemanusiaan penting dalam area budaya yang ada di dunia. Nilai jual lain percandian Muaro Jambi untuk dinobatkan sebagai situs warisan dunia ialah memberikan kesaksian yang unik dan mewakili tradisi peradaban nenek moyang yang telah hilang.
Ada beberapa kemungkinan kenapa hal itu bisa terjadi. Kerajaan Sriwijaya memindahkan pusatnya ke Pagaruyung, Sumatra Barat. Selain itu, ada kemungkinan bencana alam menyebabkan situs besar itu terkubur.
Posting Komentar untuk "Mengenal Candi Muaro Jambi"
Berilah komentar yang sopan dan konstruktif. Diharap jangan melakukan spam dan menaruh link aktif. Terima kasih.