Tarawangsa merupakan salah satu jenis alat kesenian rakyat Jawa Barat. Istilah tarawangsa memiliki dua pengertian dan pemaknaan. Pemaknaannya, menurut seorang pupuhu dan ahli etnomusikologi, adalah alat musik gesek yang memiliki dua dawai yang terbuat dari kawat baja atau besi.
Pengertian lainnya, tatabeuhan rayat wali salapan ku nu Maha Esa. Tar dari Bahasa Persia berarti tali/dawai, wangsa berasal dari Bahasa Hindu atau Kawi artinya kelompok.
Tarawangsa lebih tua keberadaannya daripada rebab, alat gesek yang lain. Naskah Kuno Sewaka Darma dari awal Abad ke-18 telah menyebut nama tarawangsa sebagai nama alat musik.
Rebab muncul di Tanah Jawa setelah zaman Islam sekitar Abad ke-15 hingga Abad ke-16. Rebab merupakan adaptasi dari alat gesek bangsa Arab yang dibawa para penyebar Islam dari Tanah Arab dan India.
Keberadaan alat musik tarawangsa masih dipupusti atau dijaga, khususnya oleh masyarakat Cibunar, Rancakalong, Sumedang, Jawa Barat. Mayoritas mata pencaharian mereka ialah petani. Secara geografis, Cibunar berada di pegunungan.
Mereka percaya tarawangsa merupakan kebutuhan rohaniah yang penting, sangat erat kaitannya dengan wewengkon atau sistem pertanian. Namun, dalam kehidupan beragama, Masyarakat Cibunar meyakini Islam sebagai agamanya dengan tetap mengerjakan shalat sebagai ritualnya sehari-hari.
Hal ini seperti ditegaskan Clifford Geertz yang mendefinisikan agama sebagai sebuah sistem kebudayaan. Agama merupakan sebuah sistem simbol-simbol yang berlaku untuk menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat.
Masyarakat Cibunar Rancakalong masih menggunakan pola sinkretisme sebagai bentuk komunikasi transendental. Sinkretisme memadukan unsur-unsur keagamaan.
Telah disebutkan di muka, musik ritual terwujud berdasarkan kepercayaan yang dianut masyarakat pendukungnya. Musik yang dianggap sakral itu dapat menyebabkan keterbukaan jagat batin manusia dengan penghuni alam semesta yang lebih bersifat metafisik.
Kesenian tarawangsa, misalnya, digunakan untuk kepentingan upacara-upacara yang berhubungan dengan makhluk halus atau spirit. Biasanya kesenian ini digunakan untuk pengungkapan rasa syukur atas keberkahan panen padi.
Musik tarawangsa hanya dapat ditemukan di beberapa daerah tertentu di Jawa Barat, yaitu di daerah Rancakalong (Sumedang), Cibalong, Cipatujah (Tasikmalaya Selatan), Banjaran (Bandung), dan Kanekes (Banten Selatan).
Tarawangsa di daerah Cibalong dan Cipatujah, selain menggunakan dua jenis alat musik tarawangsa dan jentreng, juga dilengkapi dua perangkat calung rantay, suling, juga nyanyian.
Alat musik tarawangsa dimainkan dalam laras pelog, sesuai dengan jentreng-nya yang distem ke dalam laras pelog. Tarawangsa merupakan sebuah ensambel kecil yang terdiri dari dua dawai yang bernada da (1) dan la (5) untuk tarawangsa dan sebuah alat petik tujuh dawai bernada la (5) da (1) mi (2) na (3) ti (4) la (5) da (1) yang menyerupai kecapi yang disebut jentreng.
Sperti bahasa, musik dapat mengomunikasikan pemikiran dan ide, bahkan kadang kala untuk komunikasi yang lebih mendalam. Musik, melalui puisi dan bunyi, memiliki fungsi yang dapat menjadi amat penting dalam menyampaikan ungkapan-ungkapan dalam kehidupan sehari-hari.
Prinsip dari seorang etnomusikolog menjadikan bidang yang penting dalam musik menyentuh sampai ke dalam jiwa manusia. Sehingga, seseorang yang tidak pernah mau mendengarkan kebenaran melalui tutur kata lewat bahasa akan tertarik ketika mendengar sebuah lagu dalam bahasa bunyi.
Apalagi bunyi-bunyian dimainkan dengan irama musik khas daerahnya, seperti halnya tarawangsa. Lagu-lagu seperti itu dapat menjadi sarana yang sangat efektif untuk menyampaikan kebenaran rohani.
Posting Komentar untuk "Tarawangsa, Alat Musik Penjaga Jiwa"
Berilah komentar yang sopan dan konstruktif. Diharap jangan melakukan spam dan menaruh link aktif. Terima kasih.