Pak dan Mak Balangantrang hidup di kampung Geger Sunten negeri Galih Pakuan. Waktu ia memasang lukahnya, tiba-tiba didapatnya sebuah kanagan, berisikan seorang anak bayi dan sebutir telur ayam.
Alangkah gembiranya ia mendapat bayi itu, dipeliharanya baik-baik dan telur itu ia simpan dalam rumahnya. Meskipun anak itu telah besar, Pak dan Mak Balangantrang belum lagi memberi nama kepadanya.
Pada suatu hari anak itu melihat seekor burung Ciung dan seekor kera dekat rumahnya. Amat tertarik anak itu oleh keadaan kedua binatang itu. Ditanyakannya apa nama kedua binatang itu. Jawabnya bahwa yang pertama Ciung dan yang kedua Wanara namanya.
Kemudian anak itu melanjutkan permintaannya kepada Pak dan Mak Balangantrang supaya ia dinamai Ciung Wanara. Pak dan Mak Balangantran setuju akan nama yang lucu itu.
Pada suatu hari Ciung Wanara menanyakan ibu bapaknya sebab pikirnya mustahil ia hanya anak Pak dan Mak Balangantrang itu. Berulang-ulang ia tanyakan, tetapi selalu dijawabnya bahwa ia betul-betul anak Pak dan Mak Balangantrang.
Terdengarlah kabar bahwa Aria Banga, anak raja Galih Pakuan sangat dikasihi dan dimuliakan oleh raja dan permaisurinya. Diceritakannya kegagahan dan keberanian Aria Banga. Amat tertarik Ciung Wanara akan kabar itu.
Dimintanya sekali lagi kepada Pak dan Mak Balangantrang supaya suka menceritakan ibu bapaknya. Pak dan Mak Balangantrang minta tempo untuk menjawabnya. Katanya,"Baiklah, besok saya akan beri keterangan."
Malam harinya Pak dan Mak Balangantran bermimipikan kedatangan Ajar Sukaresi dari Gunung Padang, meriwayatkan asal-usul Ciung Wanara.
"Ciung Wanara anak Sang Permana di Kusuma raja negeri Galih Pakuan dari permaisuri kedua, Naganingrum.
Waktu ia masih kecil dihanyutkan oleh suruhan raja sekarang Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma dan Dewi Pangrenyep permaisuri raja itu.
Ayah Ciung Wanara yang sebenarnya berhak atas kerajaan Galih Pakuan itu, waktu ini jadi orang pertapa bernama Ajar Sukaresi dan ibunda Naganingrum hidup terlantar karena kedengkian Dewi Pangrenyep itu.
Aria Banga sebetulnya masih anak Sang Permana di Kusuma dari Dewi Pangrenyep, jadi masih saudara Ciung Wanara."
Pak dan Mak Balangantrang segera menceritakan impiannya. Mendengar riwayat demikian, bulatlah tekad Ciung Wanara akan memulihkan keamanan di negeri Galih Pakuan dan akan menuntut balas terhadap orang yang telah melakukan kedengkian.
Ciung Wanara bermohon izin kepada Pak dan Mak Balangantrang akan pergi menyabung ayam ke negeri Galih Pakuan. Ayam itu berasal dari telur dalam kanagan dahulu itu dan ditemani oleh Ular Nagawiru di Gunung Padang.
Setelah ia datang di istana, diceritakannya bahwa ia bermaksud mengadu ayam dengan ayam baginda. Baginda amat heran mendengarnya, seraya titahnya, "Ayam kamu tentu kalah."
Sembah Ciung Wanara, "Ayam patik ditelurkan ibunya setahun lamanya, sarangnya dalam kanagan, sebelum menetes ia hanyut dahulu."
Terkejutlah sang raja, ia ingat akan hal Naganingrum bersalun setahun lamanya. Dewi Pangrenyep pun terkenang akan kedengkiannya menghanyutkan anak Naganingrum. Titah raja,"Apalah taruhnya?"
Jawab Ciung Wanara,"Kalau ayam patik kalah, patik menyerahkan jiwa. Tetapi bila ayam baginda kalah, patik minta negeri sebelah lengkap dengan istana serta isinya." Oleh karena raja merasa bahwa ayamnya tentu akan menang, maka disanggupinya, lalu disabungnya kedua ayam itu. Hanya sekali pukul saja, kalahlah ayam raja itu, mati ketika itu juga. Raja amat heran dan menyesal sekali, tetapi apa daya, janji raja tidak boleh ditarik kembali.
Dibaginyalah negeri Galih Pakuan jadi dua bagian, sebelah Barat diberikan kepada Ciung Wanara, dan sebelah Timur kepada Aria Banga. Keduanya bergelar Sang Prabu.
Ciung Wanara jadi raja Galih Pakuan mendiami istana bersama-sama ibunya Naganingrum. Disuruhnya Ki Gendu Maja membuatkan sebuah penjara besi yang elok dan kuat. Baginda tidak menyangka sedikit juga akan muslihat Ciung Wanara. Masuklah raja bersama-sama Dewi Pangrenyep akan melihat-lihat keadaan dalam penjara itu, setelah masuk lalu dikuncinya erat-erat.
Setelah Aria Banga mengetahui akan hal itu, marahlah ia lalu segera menyerang kepada Ciung Wanara. Siang dan malam terjadilah perkelahian kedua saudara itu, akhirnya mereka sampai di tepi sebuah sungai. Ditangkapnya Aria Banga dan dilemparkannya ke seberang timur.
Dengan kehendak Tuhan, ingatlah Aria Banga akan takdir Illahi, lalu ia berkata, "Sekarang lebih baik kita berhenti berkelahi karena tidak ada gunanya perang antara kita bersaudara. Lebih baik kita sama-sama mengurus negeri masing-masing. Kakanda mengurus sebelah Timur dan adinda sebelah Barat, batasnya sungai ini kita namai Cipamali."
Kemudian negeri Galih Pakuan dipindahannya makin ke sebelah Barat dan diganti jadi Pakuan Pajajaran diperintah oleh Ciung Wanara.
Posting Komentar untuk "Ciung Wanara (Cerita Rakyat Jawa Barat)"
Berilah komentar yang sopan dan konstruktif. Diharap jangan melakukan spam dan menaruh link aktif. Terima kasih.